Kelas Jurnalistik – Antara Kekakuan dan Harapan


Jurnalistik, sebuah dunia yang jarang diminati orang. Ya, sebab dari sekian milyar orang, hanya sebagian yang senang membaca. Dan di antara orang yang senang membaca, hanya sebagian kecil yang senang menulis. Dan dari sekian orang yang senang menulis, hanya sebagian kecil yang senang menulis terkait jurnalisme. Oleh sebab itu, dunia jurnalistik hanya diminati oleh segelincir orang.

Saat ini di sekolah tempatku mengajar, tepatnya di semester genap tahun ajaran 2016-2017, dibuka ekstrakulikuler jurnalistik. Saya yang memang suka menulis sejak SD ditunjuk sebagai penanggung jawab ekstrakulikuler tersebut. Awalnya saya memiliki harapan tinggi dengan ekstrakulikuler ini, berharap memiliki murid yang banyak dan antusias. Tapi sayang seribu sayang, harapan itu seperti memudar ketika pertemuan pertama diadakan.

Ternyata, murid yang terdaftar ikut ekstrakulikuler jurnalistik hanya empat orang. Dan yang datang di pertemuan perdana hanya dua orang. Dan yang lebih menyedihkan, dua orang yang datang seperti kehilangan semangat saat tahu hanya mereka berdua yang ikut dan datang di pertemuan perdana. Sebenarnya saya pribadi merasa tak masalah dengan jumlah murid yang sedikit. Karena seperti prolog yang disampaikan di atas, dunia jurnalisme memang hanya diminati oleh segelincir orang. Kelas ekstrakulikuler ini jelas kalah pamor dibandingkan kelas futsal, public speaking, maupun desain grafis.

Meski saya merasa tak masalah dengan jumlah murid yang sedikit, tapi itu merupakan masalah besar bagi mereka berdua. Begitulah anak-anak SD, mereka malu untuk berkarya hanya karena bidang yang mereka geluti hanyalah diminati oleh sangat sedikit orang. Dan ini membuat kekakuan yang sangat besar di awal kelas! 😦

Selama beberapa menit, kekakuan itu belum hilang. Hingga saya merasa hampir mati kutu. Bahkan sempat terlintas dalam pikiran, apakah kelas ekstrakulikuler ini akan bertahan hingga minimal pekan depan?? Entahlah.. 😦

Lalu saya pun berusaha memecahkan situasi yang tidak menyenangkan ini. Ini kelas jurnalistik, pikirku. Bukan kelas public speaking. Jika memang masih ada rasa keinginan mendasar dari mereka berdua untuk ikut kelas ini (bukan sekedar ikut-ikutan), tentu meski mereka malu untuk bicara kepadaku, mereka masih mau menulis. Jadi kuputuskan untuk meminta mereka membuat sebuah tulisan bebas. Tentang apapun yang ingin mereka tulis, tanpa aturan tema, tata bahasa, maupun gaya bahasa. Tentunya untuk permulaan, minat menulislah yang harus ditumbuhkan terlebih dahulu. Masalah menulis sesuai tema, tata bahasa, dan gaya bahasa, itu bisa dipelajari kemudian.

Kini, setelah satu jam lebih berlalu, sepertinya harapan baru mulai tumbuh. Mereka berdua sangat larut dalam kegiatan menulis. Bahkan saking seriusnya mereka, saya tidak berani untuk menganggu. Biarlah mereka menulis hingga mereka berkata, “Saya sudah selesai Ustadz!” 🙂

Ya, kini saya berani berharap! Kelas ini bisa dipertahankan! Bismillah, semoga Allah swt meridhoi usaha saya, dan kelak, saya berharap ilmu saya bisa berguna untuk mereka, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin..

“Harapan boleh tinggi, tapi janganlah pernah berharap pada manusia, karena itu hanya membawa kekecewaan,” pepatah orang bijak.

Sabtu, 4 Februari 2017
Bertepatan dengan hari ulang tahun Ibu saya (Ummi).
Semoga Allah swt selalu merahmatinya, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin..

Nb: Meski namanya Kelas Jurnalistik, tapi aslinya kelas ini tidak murni berisi tentang jurnalistik. Karena jurnalistik adalah tulisan khusus berita kejadian sehari-hari. Dan tipe tulisan jurnalistik, masih terlalu sulit bagi anak SD. Kelas ini kelas umum tentang dunia tulis-menulis, entah itu sastra ataupun tulisan bebas lainnya.

 

11 pemikiran pada “Kelas Jurnalistik – Antara Kekakuan dan Harapan

  1. Klo bisa membuat kegiatan menulisnya menyenangkan, ntar peminatnya juga naik sendiri mas. Ntar biar yg 2 orang itu yg cerita2 ke teman lainnya dan mempopulerkan kelas menulis. Yg penting mereka merasa senang dulu.

    Disukai oleh 1 orang

Silahkan tulis pesan dan kesanmu di sini.. :D

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.